PEMERIKSAAN PERKARA SECARA ELEKTRONIK (E LITIGASI)
ANTARA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA
Oleh Dr. Drs. H. Dalih Effendy, S.H., MESy.[1]
PENDAHULUAN
Melaksanakan suatu pekerjaan, terutama tugas pokok (tupoksi) bagi aparatur Pengadilan Agama dengan menggunakan media elektronik adalah suatu keniscayaan. Terlebih bagi hakim sangat dituntut untuk tidak gagap teknologi (gaptek) ketika membuat putusan, menginput data di SIPP tentang PHS, amar putusan, edoc putusan dan lain sebagainya. Oleh karena itu bagi majelis hakim pengadilan agama saat ini harus mampu bekerja melayani masyarakat secara cepat dan tepat di bidang hukum secara elektronik.
Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Permanya Nomor 3 Tahun 2018 tentang administrasi berperkara di Pengadilan secara elektronik dan ditindak lanjuti oleh Keputusan Dirjen Badilag Nomor 1294/DjA/Hk.00.6/SK/05/2018 telah berupaya melakukan revolusi system administrasi di Pengadilan dari yang bersifat manual kepada electronic. Sistem inilah yang dikenal dengan nama E-Court. Electronik Court adalah suatu aplikasi yang terintegrasi dengan system informasi penelusuran perkara (SIPP) yang digunakan untuk memperoses gugatan/permohonan, pembayaran biaya perkara, panggilan sidang, pemberitahuan dan pengiriman putusan secara elektronik. E- Court mahkamah agung RI meskipun lebih terlambat dibandingkan oleh negara-negara lain seperti E-Syari’ah di Malaysia, PACER di USA, E Filing di Singapura dan India, Electronik Legal Service di Kanada dan E Case Administration di Australia, [2] akan tetapi sambutan masyarakat sangat antusias bahkan pemerintah dalam hal ini Presiden RI, Joko Widodo ikut mengapresiasi langkah mahkamah agung RI mewujudkan peradilan Indonesia yang modern, dalam sambutan pidato kenegaraan di hari ulang tahun kemerdekaan RI yang ke 74 pada tanggal 17 Agustus 2019.
Pada saat Mahkamah Agung RI merayakan hari jadinya yang ke 74, tanggal 19 Agustus 2019 ketua Mahkamah Agung melaounching PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik. Peraturan ini mencabut Perma Nomor 3 Tahun 2018, yang berisi lebih lengkap selain mengatur pendaftaran (e filing), pembayaran (e payment), pemanggilan/pemberitahuan (e summons) juga mengatur persidangan secara elektronik (e litigation). Pelaksanaan e litigasi inilah yang masih memerlukan sosialisasi di kalangan aparatur peradilan agama termasuk warga Pengadilan Agama di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Pontianak, khususnya para hakim yang berkewajiban menyelesaikan perkara yang ditanganinya agar dapat tercapai sesuai asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Sebagai petunjuk teknisnya pada waktu yang bersamaan, Ketua Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan SK KMA Nomor : 129/KMA/SK/VIII/2019 tentang petunjuk teknis administrasi perkara dan persidangan di pengadilan secara elektronik. Hal inilah yang menjadi payung hukum bagi para hakim dalam beracara secara elektronik.
Bagaimana aparatur peradilan agama, khususnya para hakim di Pengadilan Agama, dapat menerapkan e litigasi dalam menangani perkara mulai dari tahap pemanggilan, tahap persidangan upaya damai (mediasi), tahap jawab menjawab, tahap pembuktian, tahap kesimpulan dan tahap pembacaan putusan secara elektronik. Apakah praktek penerapan e litigasi sudah sesuai dengan teori sebagai mana yang diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2019 dan SK KMA Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019..
PERSIDANGAN SECARA ELEKTRONIK (E LITIGASI) DI PENGADILAN AGAMA
Persoalan e filing dan e payment secara elektronik yang dilakukan oleh pengguna layanan baik oleh pengguna terdaftar maupun pengguna lainnya adalah persoalan bagaimana Pengadilan Agama sudah melakukan sosialisasi dan menyediakan pusat layanan untuk e court (meja layanan e court). Apabila kedua hal itu sudah dilaksanakan maka barulah e summons dan elitigasi dapat dijalani oleh user pengadilan agama sesuai mekanisme yang beralaku. Makalah ini akan menguraikan langkah-langkah yang dilakukan oleh Pengadilan Agama dalam hal ini jurusita dan panitera pengganti serta majelis hakim menangani perkara yang diajukan kepadanya secara elektronik.
- 1.Pemanggilan secara elektronik (e summons).
Pemanggilan atau pemberitahuan elektronik adalah dokumen panggilan atau pemberitahuan yang dihasilkan secara otomatis oleh aplikasi e Court dan dikirim secara elektronik oleh pengadilan kepada para pihak. Pemanggilan atau pemberitahuan yang dilaksanakan secara elektronik adalah sah, selama panggilan atau pemeberitahuan ditujukan ke alamat domisili elektronik para pihak dan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Petugas yang mengupload panggilan atau pemberitahuan ke aplikasi e court adalah jurusita/jurusita pengganti yang ditunjuk oleh panitera dikirim ke domisili elektronik para pihak yang dipanggil. Jika domisili pihak yang dipanggil berada di luar wilayah hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama yang melakukan panggilan, maka relas panggilan itu ditembuskan kepada pengadilan agama di tempat tinggal para pihak yang dipanggil atau yang diberitahukan. Pengiriman relaas tembusan ini melalui email Pengadilan Agama yang mewilayahi hukumnya. Pihak Tergugat akan dipanggil kepada alamat yang sebenarnya sesuai dalam surat gugatan karena senyatanya Tergugat belum diketahui tentang domisili elektroniknya.[3] Biaya panggilan elektronik adalah nihil, namun pengadilan dapat mengembangkan dan menerapkan panggilan elektronik berbayar antara lain melalui layanan pesan singkat atau layanan lainnya, sesuai bunyi poin 6 hurup D, KMA No. 129/KMA/SK/VIII/2019.
- 2.Persidangan Pertama dengan agenda upaya damai (mediasi).
Sidang pertama dengan menggunakan e litigasi, Ketua Majelis Hakim dan Panitera Pengganti, membuka aplikasi SIPP dan aplikasi e court secara beriringan di dalam ruang sidang pengadilan pada hari, tanggal dan jam kerja yang telah ditetapkan. Pada persidangan pertama yang dihadiri oleh pihak Penggugat/Pemohon yang dipanggil secara elektronik dan pihak Tergugat yang dipanggil secara manual, majelis hakim melalui ketuanya menyampaikan penjelasan kepada pihak berperkara tentang hal ihwal, hak dan kewajiban terkait persidangan secara elektronik (Pasal 19 PERMA No. 1 Tahun 2019). Selanjutnya Majlis Hakim melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen yang telah dicetak dari e court. Pihak Penggugat/Pemohon akan diminta oleh ketua Majlis untuk menyerahkan asli surat gugatan, asli surat kuasa, asli surat persetujuan principal yang telah diunggah pada aplikasi e court. Tahap berikutnya majlis hakim berupaya mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara. Apabila upaya damai yang dilakukan oleh majelis hakim tidak berhasil, maka majelis hakim memerintahkan para pihak untuk menempuh proses mediasi sebagai mana ketentuan Perma Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Apabila mediasi berhasil bisa dua kemungkinan pada sidang berikutnya apakah dicabut atau diputus dengan adanya akta vandading (akta perdamaian). Dengan demikian persidangan berikut, nantinya dengan agenda melaporkan hasil mediasi wajib dihadiri oleh para pihak.
- 3.Persidangan untuk klarifikasi menggunakan e court dan Menyusun Court Calender.
Persidangan secara elektronik dapat dilangsungkan atas persetujuan para pihak setelah selesai proses mediasi. Kehadiran para pihak berperkara di dalam ruang sidang pada sidang dengan agenda melaporkan hasil mediasi sangat dianjurkan. Ketika mediasi dilaporkan tidak berhasil, maka persidangan dilanjutkan dengan agenda menanyakan kepada para pihak utamanya pihak Tergugat/Termohon akan persetujuannya mengikuti persidangan lanjutan secara elektronik. Ketika para pihak telah setuju maka majelis hakim menyusun court calender sebagaimana menu yang tersedia di aplikasi SIPP dan ini terintegrasi ke dalam e court. Jika para pihak atau pihak Tergugat tidak setuju persidangan lanjutan dilakukan secara elektronik, maka majelis hakim menentuka persidangan berikutnya secara manual sesuai hukum acara yang telah mengaturnya. Persetujuan pihak Tergugat/Termohon tidak diperlukan lagi jika kemudian pihak Tergugat/Termohon telah diwakili oleh Kuasa Hukum (Advokat).
Di dalam praktek, pihak Tergugat yang lebih dari satu orang kadang terjadi salah seorang pihak Tergugat tidak menghendaki berperkara secara elektronik, Jika tidak ada kesepakatan Antara para Tergugat maka kepada Penggugat dan Tergugat yang menyatakan persetujuan beracara secara elektronik berlaku ketentuan beracara secara elektronik, sedang pihak Tergugat yang lain yang tidak setuju maka proses penundaan persidangan tersebut dilakukan secara manual. Kondisi ini akan menyebabkan efektifitas proses persidangan yang tidak berjalan sesuai dengan persidangan elektronik.[4] Sejatinya Tergugat yang beberapa orang itu dapat diarahkan untuk bersama-sama menyetujui persidangan secara elektronik, karena akan lebih efektif. Jika telah diferifikasi dan ditandatangani persetujuan tersebut maka Ketua Majlis membuat dan membacakan court calendar di hadapan para pihak berperkara.
Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2019, bahwa setiap persidangan secara elektronik haruslah dibuat court calendar. Kalender Peradilan yang sering diposisikan sebagai catatan hakim terhadap penerimaan perkara, dibuat untuk mempermudah tahapan persidangan agar proses jawab menjawab, pembuktian, kesimpulan dan putusan dapat terjadwalkan secara teratur. Court calendar juga disusun agar penyelesaian perkara dapat diprediksi akan lebih cepat selesai tidak melebihi masa maksimal selama 5 bulan (sesuai Sema Nomor 2 Tahun 2014). Setelah penetapan ketua majlis tentang court calendar dibacakan maka langkah selanjutnya adalah pembacaan gugatan penggugat, setelah selesai dan dinyatakan tidak ada perubahan, maka ketua majlis menunda persidangan sampai dengan tanggal yang telah ditetapkan pada court calendar dengan agenda sidang jawaban dari pihak Tergugat.
- 4.Persidangan untuk tahap jawab menjawab, replik dan duplik.
Persidangan berikutnya sesuai court calender adalah menerima jawaban, selanjutnya replik, berikutnya duplik. Tiga kali persidangan ini secara berturut –turut tidak perlu dihadiri oleh para pihak. Majelis Hakim tetap bersidang dan dicatat oleh panitera pengganti dengan dibuat berita acara dengan tidak dihadiri oleh para pihak dengan langkah langkah Ketua majlis membuka aplikasi e court sesuai dengan akunnya dan membuka nomor perkara dengan melihat fitur persidangan elektronik.Tergugat harus sudah dapat mengajukan dokumen jawaban sebelum hari siding atau sebelum sidang dibuka. Bagi pengguna lain yang belum terbiasa dengan e court dapat mengajukan jawaban dengan menyampaikan dokumen tersebut pada meja e court di ruang PTSP, kemudian petugas meja e court menscan dokumen itu lalu menguploadnya atas nama akun Tergugat.
Para pihak wajib menyampaikan secara elektronik dokumen jawaban, replik, dan duplik sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Dokumen yang disampaikan harus dalam format Pdf atau rtf/doc (dianjurkan yang bisa diedit untuk dimasukkan dalam putusan). Para pihak yang tidak mengirim dokumen elektronik sesuai egenda persidangan yang telah ditetapkan, tanpa alasan yang sah menurut hukum, dianggap tidak menggunakan haknya, namun apabila disertai alasan yang sah menurut hukum maka sidang dapat ditunda berikutnya.
Setelah menerima dokumen elektronik yang dikirim pleh para pihak majelis hakim memeriksa dokemen tersebut melalui e court dengan meng-klik fasilitas yang ada sebagai tanda dokumen telah diterima dan telah terverifikasi oleh ketua majlis . Dokemen elektronik yang belum diverifikasi oleh Majelis Hakim tidak dapat dilihat atau diterima oleh pihak lawan. Setelah majelis hakim selesai memeriksa dan memverifikasi dokumen tersebut, melalui menu yang telah tersedia pada e court maka dokumen tersebut akan terkirim kepada pihak lawan seiring dengan majelis hakim menutup serta menetapkan tundaan persidangan. Panitera sidang mempunyai tugas mengunduh (doanload) jawaban yang diajukan oleh Tergugat kemudian menyertakan jawaban tersebut pada berkas perkara yang bersangkutan. Panitera sidang juga wajib mencatat semua aktifitas persidangan secara elektronik pada Berita Acara Sidang secara Elektronik dan mencetaknya untuk masuk dalam berkas.
- 5.Persidangan untuk tahapan pembuktian secara elektronik.
Persidangan untuk pembuktian dilangsungkan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. Para pihak wajib mengunggah dokumen bukti surat yang telah bermaterai cukup ke dalam e court. Asli dan dokumen bukti tersebut diperiksa di muka sidang pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan oleh ketua majelis melalui SIPP dan aplikasi e court. Hal ini menunjukkan pada sidang pembuktian para pihak yang bersangkutan dengan agenda sidang pada hari itu, dapat menghadiri persidangan untuk menunjukkan bukti asli yang akan dicocokkan dengan bukti surat yang telah di upload ke dalam e court.
Pemeriksaan bukti surat atau saksi, selain dilaksanakan di ruang sidang yang dihadiri oleh para pihak dengan bukti saksi atau ahli yang dihadirkannya, dapat pula dilaksanakan secara elektronik. Caranya yaitu dengan dilakukan dengan jarak jauh menggunakan infrastruktur pengadilan agama, semacam teleconfrence dengan live streaming atau menggunakan alat seperti yang tersedia di ruang media center. Para pihak yang ingin diperiksa saksi atau ahli yang diajukannya secara elektronik dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama setempat agar dipasilitasi untuk itu, Pengadilan Agama setempat akan mengeluarkan penetapan tentang Hakim dan Panitera Pengganti yang akan memimpin persidangan dan menyaksikan penyumpahan dan pemeriksaan terhadap saksi atau ahli yang akan menyampaikan keterangan secara telecofrence tersebut. Biaya yang diperlukan untuk pelayanan sidang secara virtual ini dibebankan kepada pihak yang mengajukan pemeriksaan saksi atau ahli secara elektronik dimaksud. Hakim dan Panitera Pengganti yang menyaksikan pemeriksaan melalui telekoncrence tersebut tidak perlu membuat berita acara sidang.
Jika pada bagian akhir pembuktian diperlukan adanya sidang pemeriksaan setempat, maka sidang pemeriksaan setempat (descente) dapat dihadiri oleh para pihak. Penetapan Ketua Majelis dan pembayaran biaya untuk sidang pemeriksaan setempat dilakukan pada saat sidang pembuktian yang dihadiri oleh para pihak. Untuk sidang discente dilakukan sesuai hukum acara yang berlaku (vide Pasal 153 HIR) dan hal ini tidak diatur secara elektronik[5].
- 6.Persidangan untuk tahapan kesimpulan secara elektronik.
Para pihak menyampaikan kesimpulan berupa dokumen elektronik melalui e court. Setelah majelis hakim menerima dan meneliti dokumen tersebut, selanjutnya melakukan verifikasi atas dokumen dimaksud melalui menu yang tersedia pada e court. Adapun bagi pihak yang tidak mengirimkan kesimpulan pada tanggal yang telah ditetapkan secara elektronik, maka dianggap sudah tidak memenuhi haknya untuk menyampaikan kesimpulan dan tidak ada penjadwalan ulang kembali untuk itu.[6] Dokumen kesimpulan akan terkirim kepada pihak lawan, ketika ketua majelis menutup dan menetapkan tundaan sidang untuk pembacaan putusan.
- Persidangan untuk tahapan pembacaan putusan secara elektronik.
Putusan atau penetapan dibacakan atau diucapkan oleh Majelis Hakim secara elektronik dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Pengucapan putusan atau penetapan melalui aplikasi e court pada jaringan internet public sangat relevan dengan asas terbuka untuk umum. Pembacaan putusan atau penetapan tersebut dapat dihadiri oleh para pihak dapat juga tidak dihadiri oleh para pihak. Dengan diuploadnya putusan atau penetapan tersebut secara elektronik dengan cara edoc ke dalam SIPP dan edoc salinannya oleh Panitera sidang langsung dapat diakses oleh para pihak melalui e court dalam format Pdf, maka pembacaan putusan atau penetapan yang demikian dianggap telah dihadiri oleh para pihak dan telah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
Pengadilan dapat memberikan salinan putusan atau penetapan baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Penerbitan salinan putusan atau penetapan tersebut dikenai biaya PNBP yang dapat disetorkan melalui elektronik. Salinan putusan atau penetapan tersebut dituangkan dalam bentuk dokemen elektronik yang dibubuhi tandatangan elektronik panitera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik.
PENUTUP
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
- 1.Terlaksananya pelayanan hukum secara elektronik, Pengadilan Agama harus melakukan sosialisasi kepada pengguna Terdaftar tentang tata cara pendaftaran akun. Dan kepada Pengguna lainnya wajib menyediakan meja layanan e court di ruang PTSP dengan petugasnya untuk melayani pengguna lainnya tersebut melakukan aktivasi pendaftaran dan persidangan melalui e court.
- 2.Pengguna terdaftar atau pengguna lainnya dapat mengajukan perkara secara elektronik melingkupi layanan pendaftaran (e filing), pembayaran (e payment) dan menerima panggilan atau pemberitahuan (e summons).
- 3.Atas persetujuan para pihak pada sidang tahap melaporkan hasil mediasi, persidangan secara elektronik (e litigation) dapat dilaksanakan meliputi tahapan jawab menjawab (termasuk replik dan duplik) pengunggahan dokumen bukti yang telah bermaterai cukup, pemeriksaan saksi atau ahli, kesimpulan dan pembacaan putusan.
- 4.Pembacaan putusan secara elektronik secara hukum dianggap dihadiri oleh para pihak ketika dilaksanakan dalam persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum dan putusan diucapkan melalui aplikasi e court yang menggunakan jaringan internet yang dapat diakses oleh publik.
- 5.Majelis Hakim dengan Panitera pengganti yang melakukan persidangan secara e litigasi, tetap bersidang di ruang sidang sesuai waktu yang telah ditetapkan dan membuat Berita Acara Sidang seperti persidangan biasa, dengan mencatat semua fakta persidangan meskipun tidak dihadiri oleh para pihak berperkara.
Mengingat e litigasi ini adalah persoalan baru bagi aparatur peradilan agama, maka sangat diperlukan adanya sosialisasi dan interaksi secara kofrehenshif terhadap user e court bagi petugas PTSP, Pimpinan, Panitera, Jurusita, Panitera Pengganti dan Hakim mengenai aktifitasnya masing-masing di dalam implementasi e court yang meliputi e filing, e payment, e summons dan e litigation demi terpenuhinya asas berperkara sederhana, cepat dan biaya murah serta modern. (Hde)
[1] Disampaikan dalam Pembinaan (DDTK E litigasi) Aparatur Peradilan Agama se wilayah hukum PTA. Pontianak, 7 September 2020 di PTA Pontianak.
[2] Saman dan Haidar, Kearah Reformasi Mahkamah di Malysia, Jurnal, Universitas sains Islam Malaysia, Tahun 2010, h.12
[3] Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik di Pengadilan Agama, Nizamia Learning Center, Sidoarjo, cet.I, tahun 2019, h. 129.
[4] Aco Nur dan Amam Fakhrur, Hukum Acara Elektronik di Pengadilan Agama, NLC, Sidoarjo, 2019. H.133
[5] Amran Suadi, Pembaruan Hukum Acara Perdata di Indonesia, Prenada, Cet. I, Jkt, 2019. H. 99
[6] Amran Suadi, h. 101.