Sejarah Pembentukan
Pengadilan Agama Sendawar
H. Zaini Ahmad Noeh, dalam buku Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional: Mengenang 65 Tahun Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH (Gema Insani Press, 1996) yang mengutip dari berbagai pendapat, mengemukakan bahwa paling tidak ada tiga teori pembentukan lembaga peradilan Islam atau qadha yakni : Pertama, Peradilan harus dilakukan atas dasar pelimpahan wewenang atau ”tauliyah” dari Imam. Imam adalah Kepala Negara yang disebut pula dengan ”waliyul-amri”. Dalam pada itu sekiranya seorang penguasa, yang di dalam istilah Fiqh disebut ”dzu syaukah”, dan sekalipun sultan yang kafir mengangkat seorang hakim yang kurang memenuhi persyaratan, keputusan hakim yang demikian itu harus dianggap berlaku sah, demi untuk tidak mengabaikan kemaslahatan umum. Kedua, bila di suatu tempat tidak ada Penguasa atau Imam, pelaksanaan peradilan dilakukan atas dasar penyerahan wewenang, yakni tuliyah dari ”ahlul Halli wal-’aqdi”, yaitu para tetua dan sesepuh masyarakat seperti ninik-mamak di Sumatera Barat, secara kesepakatan. Arti harfiyah dari istilah ini, adalah ”orang-orang yang berwenang untuk melepas dan mengikat”. Dalam buku Adatrecht II dari Prof. Van Vollenhoven, istilah itu diterjemahkan dalam bahasa Belanda dengan kata-kata ”de tot losmaken en binden bevoegden” dan ditambahkan artinya sebagai ”majelis pemilih kepala negara yang baru (kiescollege voor een nieuw staatshoofd)”. Dan ketiga, dalam keadaan tertentu, terutama bila di suatu tempat tidak ada hakim, maka dua orang yang saling sengketa dapat ”bertahkim” yakni mengangkat seseorang untuk bertindak sebagai hakim, dengan persyaratan antara lain kedua belah pihak terlebih dahulu sepakat akan menaati keputusannya, begitu pula tidak menyangkutkan keputusannya dengan hukuman badaniyah, yakni pidana dan lain-lain sebagainya. (Daniel S. Lev, 1986, hal 1 dan 2).
Pengadilan Agama Sendawar dibentuk bersama-sama dengan 85 peradilan baru lainya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2016 dan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2016. Dan Pengadilan Agama Sendawar menjadi salah satu dari dua Pengadilan Agama baru yang terbentuk di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, bersama-sama dengan Pengadilan Agama Penajam. Keputusan Presiden tersebut merupakan bentuk “tauliyah” atau pelimpahan wewenang Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara kepada Pengadilan Agama Sendawar untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara sesuai dengan kewenangan mengadilinya, dengan demikian pembentukan Pengadilan Agama Sendawar adalah berdasarkan teori pembentukan lembaga peradilan yang pertama, yakni melalui pelimpahan wewenang.
Secara operasional, Pengadilan Agama Sendawar diresmikan oleh Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H. pada tanggal 22 Oktober 2018 di Melonguane, Kab. Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Untuk selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 187/KMA/SK/IX/2018 tanggal 26 September 2018 Ketua Pengadilan Agama Sendawar pertama yakni Yang Mulia Bapak A. Rukip, S.Ag. dilantik oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda Yang Mulia Bapak Dr. H. Bunyamin Alamsyah, S.H., M.Hum. pada tanggal 26 Oktober 2018 bertempat di aula gedung Pengadilan Tinggi Agama Samarinda. Lalu sesaat setelah pelantikan tersebut, Yang Mulia Bapak A. Rukip, S.Ag. sebagai Ketua Pengadilan Agama Sendawar, ditempat yang sama juga melantik pejabat fungsional dan struktural Pengadilan Agama Sendawar yang pertama yaitu Fakhruzzaini, S.H.I., M.H.I. sebagai Hakim, Gunawan, S.H.I. sebagai Hakim, Drs. H. Asyakir, M.H. sebagai Panitera, Salamuddin, S.Ag. sebagai Sekretaris, Suhaimi Rahman, S.H.I. sebagai Panitera Muda Hukum, Roby Rivaldo, S.H. sebagai Panitera Muda Gugatan dan Siti Jamilan N., S.Ag. sebagai Kepala Sub Bagian Umum dan Keuangan.
Terbentuknya Pengadilan Agama Sendawar merupakan pecahan dari Pengadilan Agama Tenggarong yang sebelumnya mewilayahi Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu - Saat ini, Mahkamah Agung sedang melakukan kajian terkait pemindahan kewenangan mengadili Kabupaten Mahakam Ulu menjadi kewenangan Pengadilan Agama Sendawar yang saat ini menjadi kewenangan Pengadilan Agama Tenggarong yang secara geografis wilayah Kabupaten mahakam Ulu memang lebih dekat dengan Pengadilan Agama sendawar dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Kutai Barat -. Kini, sejak berdiri, Pengadilan Agama Sendawar memiliki yurisdiksi atau wilayah hukum Kabupaten Kutai Barat yang meliputi 16 kecamatan, 4 kelurahan dan 190 kampung (setingkat desa di wilayah lainya) dengan jumlah penduduknya mencapai 158.560 jiwa dengan luas wilayah 20.381,59 km² dan sebaran penduduk 8 jiwa/km² serta populasi muslim mencapai 38,94 persen yang tersebar di setiap kecamatan. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat).
Hadirnya Pengadilan Agama Sendawar merupakan jawaban dari sulitnya akses masyarakat muslim Kutai Barat untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, khususnya terkait perkara perdata keluarga dan perdata Islam yang harus menempuh perjalanan darat menuju Pengadilan Agama Tenggarong dengan jarak sekitar 286,3 kilometer melalui jalan Lintas Kalimantan Poros Tengah dengan kondisi jalan yang tidak bisa dikatakan layak.
Semoga Pengadilan Agama Sendawar tercatat dalam sejarah sebagai sebuah lembaga peradilan yang agung yang menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan dalam setiap produknya.
Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Sendawar
Download Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Sendawar Part 1 File Format PDF
Download Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Sendawar Part 2 File Format PDF